Jumat, 27 Juni 2014- www.kemenag.go.id
Bekasi (Pendis) - "Tidak ada negara yang
pertumbuhan ekonominya melejit kalau pendidikannnya tidak bagus. Tidak
ada negara berdaya saing kalau pendidikannya tidak maju. Tidak ada
negara tidak bisa memahami demokrasi kalau pendidikannya tidak memadai.
Tidak ada negara yang memiliki tingkat kemiskinan rendah kalau
pendidikannya tidak berkualitas", demikian dikatakan Sekretaris Ditjen
Pendis, Kamaruddin Amin, pada saat memberikan semangat kepada para
guru/pengelola BMN di Bekasi, Rabu (25/06) malam.
Dalam forum "Workshop Peningkatan Kualitas Tenaga Teknis Pengelola BMN pada MIN (Madrasah
Ibtidaiyah Negeri)" itu, --alumnus Universitas Rheinischen Friedrich
Wilhelms Bonn Jerman ini, --kembali menegaskan bahwa pendidikan ini
adalah merupakan kunci kemajuan sebuah bangsa.
"Pendidikan kunci dimana bisa menjadi sejahtera dan
bisa membuat daya saing bangsa menjadi bagus. Pendidikan bisa
menghabiskan kemiskinan. Pendidikan juga memberikan pemahaman kepada
warga untuk memahami demokrasi," imbuh Kamaruddin.
Menyinggung berkaitan dengan pendidikan dasar, Indonesia ternyata pada tahun 2012 telah mendapat penghargaan dari UNESCO atas peningkatkan melek huruf (literacy) serta peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) sudah 100%.
"Anak usia 7-12 tahun sudah belajar di Madrasah
Ibtidaiyah (MI). Angka ini sangat luar biasa bagus dalam hal partisipasi
bila dibandingkan dengan negara tetangga terutama Pakistan, Bangladesh,
India, dan China", tegas Kamaruddin.
Selanjutnya pria kelahiran Bontang Kalimantan Timur
ini mengatakan bahwa, negara telah memberikan afirmasi wajib belajar 6
tahun sejak 1984. Pada tahun 1994, pemerintah kemudian mengeluarkan
regulasi wajib belajar 9 tahun. Setelah capaian The Millennium Development Goals (MDGs) tersebut terlaksana amanahnya, maka pada tahun 2004, pemerintah kembali me-launching Pendidikan Menengah Universal, pendidikan 12 tahun, namun belum wajib dilaksanakan.
"Kalau pemerintah mewajibkan pendidikan menengah
universal untuk belajar 12 tahun maka pemerintah wajib menyediakan
tenaga pengajar/guru, infrastruktur/ruang kelas dan sarana penunjang
yang lainnya dengan anggaran yang tidak sedikit", tegas Kamaruddin.
Ironisnya, wajib belajar 12 tahun yang belum berani
diwajibkan di Indonesia ini sudah dilaksanakan oleh Korea dan Jepang
sejak tahun 80-an. Imbasnya, ketika mereka bekerja maka tenaga kerja
pada kedua negara tersebut mempunyai produktifitas yang bagus
dikarenakan mempunyai keterampilan.
"Tenaga kerja kita 80% masih lukusan SD dan SMP. Sehingga produktifitas dan daya saingnya rendah", tegas Kamaruddin diakhir pengarahannya.
(p1p0/ra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar