Kamis, 01 Januari 2015

Toleransi Itu Indah

Oleh: Sumiati. J. S.Sos.I., M.Si*

Minggu, 28 Desember 2014, 22:51 – Artikel -http://kalbar.kemenag.go.id
 



Toleransi adalah ketika kita mau mengakui dan menerima perbedaan. Ada orang yang berbeda dengan apa yang kita yakini. Salah satu contoh menerima kenyataan bahwa ada saudara kita yang memiliki keyakinan berbeda.

Untuk masalah toleransi ini bukan lagi hal baru bagi saya. Meskipun dari kecil saya bersekolah di madrasah, bahkan kuliah S1 pun di Perguruan Tinggi Islam, namun tidak membuat saya fanatik dengan agama yang saya anut.

Semangat toleransi saya terasah ketika kuliah S1 ada mata kuliah perbandingan agama. Mata kuliah tersebut benar-benar membuat saya belajar untuk memahami agama saudara-saudara yang tidak seiman. Saya dan teman-teman harus mewawancarai beberapa tokoh agama tertentu tentang ritual agama yang mereka jalani.
Bahkan kami pun ikut berkunjung di rumah ibadah tersebut untuk melihat lebih dekat aplikasi pengamalan agama yang mereka jalankan. 

Tidak hanya sekadar tahu, saya dan teman-temanpun harus mempresentasikan apa yang kami dapat dan lihat di lapangan tentang agama tertentu. Tentunya di bawah bimbingan seorang dosen yang kompeten. Jika kami salah memaknainya, maka langsung diluruskan oleh dosen pengampu mata kuliah perbandingan agama. Sehingga tidak ada celah untuk keliru memahami agama orang lain. Apa lagi memberikan lebel “kurang baik” kepada agama lain. 

Berdasarkan apa yang saya pelajari tersebut, tidak ada satu agama pun yang membolehkan untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sama halnya dengan Agama Islam yang saya yakini. Intinya semua agama mengajarkan hal kebaikan dan melarang hal-hal yang keji dan mungkar. Kembali pada semangat bertoleransi, tidak ada alasan bagi kita untuk mencap jelek orang lain. 

Sebagai manusia kita adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Oleh karena itu, semangat toleransi menjadi solusi terbaik untuk kita menjalani kehidupan yang majemuk. Kita harus bisa menerima perbedaan. Mulai dari hal-hal yang kecil sampai kepada kehidupan beragama. Agar kedamaian selalu tersebar di muka bumi ini.

Jadi ingat ketika saya dan suami bertugas di Kabupaten Landak, salah satu kabupaten yang ada di Kalbar. Di kabupaten yang terkenal dengan julukan Kota Intan ini Islam menjadi agama minoritas. Tapi kami tidak mengalami masalah ataupun kendala dalam bermasyarakat maupun beragama. Karena semangat toleransi yang kami miliki sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam diri kami. 

Bagi kami, semua agama itu baik. Walaupun saya tetap meyakini bahwa agama Islamlah paling baik. Saya yakin saudara-saudara lainpun meyakini hal yang sama. Jadi, mengapa harus dipermasalahkan. Saya lebih menganut konsep “berdamai dengan diri sendiri”. Berusaha tidak menganggap diri paling benar, dan berusaha untuk menerima perbedaan. Karena sesungguhnya perbedaan itu sangat indah. 

Lucunya lagi, selain merayakan idul fitri dan idul adha sebagai hari raya umat Islam, kami pun terbiasa ikut senang dan menghadiri perayaan beberapa hari raya keagamaan yang dirayakan oleh saudara non muslim. Khususnya hari raya natal dan Imlek. Kedua hari raya tersebut setiap tahun menjadi hal yang tidak pernah terlewatkan bagi kami. Karena mayoritas teman-teman dan relasi suami ya saudara non muslim. Saat itu, kami tinggal jauh dari saudara dan keluarga. Bagi kami mereka adalah saudara dan keluarga kami yang selalu ada untuk membantu di saat kesulitan. 

Menghadiri open house natal maupun Imlek hampir setiap tahun tidak pernah kami lewatkan. Biasanya kalau natalan, saya selalu diajak suami untuk open house di rumah Bupati Landak juga pejabat-pejabat lainnya. Dilanjutkan ke rumah teman-teman yang lain. Kalau pas Imlek, biasanya kita berkunjung ke rumah saudara yang Tionghoa. Bahkan kami biasanya sampai ke Kabupaten Sanggau untuk menghadiri open house di rumah Bupati Sanggau yang kebetulan teman suami sejak masih bertugas di Pontianak.

Kebiasaan tersebut sampai sekarang pun masih kami jalani. Seperti saat ini, berkunjung ke rumah teman-teman kantor dan relasi suami yang merayakan natal sudah menjadi agenda rutin kami. Menghadiri open house di rumah Gubernur Kalbar di saat natal, maupun open house di rumah Wakil Gubernur Kalbar di saat Imlek itu juga hal yang biasa bagi kami.

Bahkan ketika tahun 2011, tanpa sengaja kami pindah dan tinggal di komplek yang mayoritas non muslim. Karena sudah terbiasa, kami pun tidak mengalami kesulitan. Sampai hari ini, saya dan suami merasa enjoy saja melewati hari-hari kami. Justru kami semakin lebih dewasa menghadapi perbedaan yang ada. Kami merasa harus lebih bijak menghadapi perbedaan agar kedamaian dan ketentraman tercipta dengan indah. Sesungguhnya perbedaan itu akan menjadi indah kalau saja kita mau menerima perbedaan itu dengan lapang dada.*(Sumiati/Pelaksana Seksi Pendidikan Agama Islam Kantor Kemenag Kota Pontianak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar