Kamis, 23 Oktober 2014

MARI PELIHARA HUBUNGAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL DENGAN SEIMBANG

Kamis, 23 Oktober 2014, 15:41 – www.kalbar.kemenag.go.id
ARTIKEL :
Oleh : Sumiati. J, S.Sos.I., M.Si**

Hari ini, 23 Oktober 2014, seluruh warga Kota Pontianak bergembira. Karena menyambut dan merayakan Hari Jadi Kota Pontianak ke – 243 tahun. Seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak tampil dengan busana berbeda dari hari biasanya. Begitu juga PNS di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak. Karena semua berpakaian Adat Khas Melayu Pontianak. Lelaki dengan Pakaian Telok Belanga. Perempuan dengan Baju Kurung. 

Mereka semua berkumpul mengikuti Apel Gabungan di depan Kantor Walikota Pontianak, Jalan Rahadi Oesman. Dalam hati saya bergumam, Subhanallah, betapa indahnya pemandangan yang terlihat di pagi ini. Kemudian saya langsung berpikir, tanpa terasa kota yang dilewati garis khatulistiwa ini sudah berusia 243 tahun kini. Tentunya sudah sangat lama. Di usinya yang boleh dibilang sudah sangat dewasa itu, apakah warganya hidup dalam ketentraman atau kedamaian? 

Saya sedikit flashback (ke belakang) sejarah berdirinya Kota yang dibelah Sungai Kapuas ini. Tanggal 23 Oktober 1771, Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie mendirikan Kota Pontianak. Pendirian ditandai dengan mendirikan Istana Kadriah. Di istana inilah segala persoalan masyarakat dikendalikan. Satu hal menarik, pada zaman kerajaan ketika itu, setiap kali mendirikan istana, pasti juga mendirikan masjid. Rumah ibadah Umat Islam itu pasti berdekatan dengan istana.

Istana Kadriah berdekatan dengan Masjid Jami’ Pontianak yang dikenal dengan nama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman. Istana Alwazikhubillah di Sambas juga berdekatan dengan Masjid Jami’ Sambas. Begitu juga istana di kerajaan Mempawah, Landak, Sanggau, Tayan, Matan Ketapang, Sintang, semua berdekatan dengan masjid. 

Kalau diamati, adanya istana dan masjid merupakan dua simbol yang tidak bisa dipisahkan pada zaman kerajaan dulu. Bisa disimpulkan, pada zaman kerajaan di Kalbar secara umum dan Kota Pontianak secara khusus, masjid merupakan tempat pembinaan mental spiritual. Sementara istana merupakan tempat mengatur dan mengendalikan pemerintahan, masyarakat, maupun hubungan dengan kerajaan lain. 

Kalau dihubungkan dengan Alquran, terjadi hubungan hablumminallah dan hablumminannas. Atau dalam bahasa ilmiah sekarang, adanya hubungan vertikal (Tuhan) dan horizontal (masyarakat). Dua hal tersebut tidak bisa dipisahkan. Lalu bagaimana dengan zaman sekarang (globalisasi)? Apakah masih ada dua hubungan tersebut? 

Berdasarkan pengamatan saya pribadi, dua hubungan tersebut masih tetap ada. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak berusaha menjadikan dua hubungan itu tetap ada. Pendidikan moral agama diajarkan tidak hanya formal, melainkan informal. Secara formal, ajaran agama ditransformasikan di sekolah-sekolah. Sementara secara informal, ajaran agama (Islam) diajarkan di masjid, mushola, surau, maupun di rumah-rumah. Inilah cara Pemkot Pontianak membangun hubungan vertikal atau hablumminallah. Masyarakat hendaknya selalu ingat Tuhan dan mengamalkan ajaran agama. 

Kemudian, Pemkot Pontianak juga sungguh-sungguh membangun hubungan kemasyarakatan. Kalau zaman dulu Kerajaan Pontianak, sultan (raja) sangat terbuka dengan orang luar. Tak tanggung-tanggung kalau ada warga luar mau tinggal di Kota Pontianak, dihadiahi areal lahan oleh Sultan. Makanya sekarang ada beberapa kelurahan mengambil nama dari beberapa daerah di negara atau provinsi lain. Sebagai contoh, ada Kelurahan Saigon. Di kelurahan itu menurut sejarah dulunya dihuni oleh orang Saigon dari negara Vietnam. Lalu, ada Kamboja, Bali, Bugis, Natuna, Arab, Siam, dan banyak lagi. Dengan kekuasaan yang kuat dari Sultan, warga dari berbagai kaum itu hidup rukun dan damai.

Begitu juga saat ini, di bawah kepemimpinan Walikota Pontianak, H. Sutarmidji, SH., M.Hum kehidupan masyarakat Kota Pontianak dalam keadaan rukun dan damai. Ada berbagai macam etnis tinggal di Pontianak. Semua hidup berdampingan dengan damai dan saling menghormati, walau beda budaya atau agama. Semangat toleransi bukan sekadar dikampanyekan, melainkan sudah menyatu dengan masyarakatnya. 

Jadi, antara zaman kerajaan dan zaman pemerintahan modern sekarang ini, hubungan ketuhanan dan kemasyarakatan, harus selalu sejalan dan seirama. Dua hal tersebut dinilai sangat penting dan fundamental. Apabila masyarakat taat mengamalkan ajaran agamanya, dijamin hubungan kemasyarakatannya akan berjalan baik. Sebaliknya, bila masyarakat sudah melupakan Tuhan, tidak lagi mengindahkan ajaran agama, persoalan masyarakat menjadi kacau. Sebagai contoh kecil saja, banyak pelaku kriminal, rata-rata jauh dari ajaran agama.

Di sinilah pentingnya pembangunan moral agama dan kemasyaratanan. Keduanya memang harus seimbang. Tidak boleh timpang sebelah. Misalnya, pembangunan moral agama dipandang sebelah mata, sementara pembangunan bidang lain diprioritaskan. Kondisi seperti ini bisa menimbulkan ketidakseimbangan di masyarakat. Akan muncul masyarakat yang mendewa-dewakan harta, jabatan, maupun kekuasaan.Kalau sudah demikian, sifat toleransi, gotong royong, sosial, maupun saling menghormati bisa luntur. Mudah-mudahan hal seperti demikian tidak terjadi di Kota Pontianak. 

Sebagai warga Kota Pontianak, saya yakin dan percaya Pemkot Pontianak sangat memahami dua hal fundamental tersebut. Apa yang telah dilaksanakan saat ini diharapkan lebih dimaksimalkan lagi. Harapannya, masyarakat Kota Pontianak akan semakin damai, rukun, tentram, dan penuh toleransi.

Selamat Hari Jadi Kota Pontianak yang ke-243. Semoga semakin jaya dan membuat bangga. Kepada Walikota Pontianak, semoga selalu diberikan kekuatan untuk menjadikan warganya lebih sejahtera lagi. Amiin.*

** Pelaksana Seksi PAI Kemenag Kota Pontianak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar