Jumat, 26 Juni 2015, 08:38 – Artikel Artikel--http://kalbar.kemenag.go.id
Ikhlas Itu Tidak Hanya Ucapan
Ikhlas adalah ketika kita
menjadikan niat dalam melakukan sesuatu perbuatan/amalan hanya karena
Allah semata, dan bukan karena yang lainnya. Bukan karena ingin dipuji
orang lain, dan bukan pula karena mengharapkan sesuatu kebaikan dari apa
yang telah kita lakukan.
Ikhlas itu
kata yang sangat familiar dan sering kita dengar. Namun sulit untuk
diukur. Banyak orang sering mengucapkannya dengan mudah, tapi terkadang
ikhlasnya dengan syarat. Contohnya, “Saya ikhlas sih melakukannya. Tapi,
kesal aja. Masa’ saya yang harus menyelesaikan semuanya sendirian,”
kata seorang teman.
Pada kesempatan
lain, seorang ibu mungkin tanpa sengaja berkata kepada saya dan teman
lainnya, “Saya kesal banget, soalnya di rumah ada satu keluarga yang
datang bertamu sudah satu minggu. Sampai sekarang belum pulang-pulang.
Mana tidak pernah membantu pekerjaan rumah sedikitpun. Sehingga saya
yang harus mengerjakan semuanya sendirian. Dari
mengepel, mencuci, menyiapkan makanan dan lainnya. Pada hal kalau
menurut agama, bertamu itu kan hanya tiga hari. Sebenarnya saya ikhlas
melayani mereka, tapi saya kesal aja masa’ bertamunya lama banget…,”
kata ibu tersebut menyampaikan kekesalannya.
Mendengar
ucapan tersebut, saya berusaha berbaik sangka saja. Saya pun memaklumi
kejengkelannya. Andaikan saya berada di posisi ibu tersebut pun, belum
tentu bisa ikhlas menerima keadaan serupa. Ya ampuun…, pasti kesal
banget menghadapi tamu seperti itu (hehehe…)
Tapi, kita harus paham
bahwa keikhlasan itu tidak hanya terucap di bibir saja. Tidak hanya sekadar berkata saya ikhlas tanpa dibarengi dengan niat tulus karena Allah SWT.
Kalaulah hati kita masih merasa gundah, kesal dan terganggu dengan apa
yang dilakukan orang lain terhadap kita, rasanya Ikhlas yang diucapkan
masih perlu dipertanyakan. Pasalnya ada indikasi kata ikhlas yang kita
ucapkan belumlah karena Allah.
Saya
pernah membaca sebuah artikel tentang nasihat bijak para ulama tentang
Ikhlas, yang antara lain mengatakan: “Amalan yang dilakukan tanpa
disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal
tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa” (Ibnul
Qayyim, dalam Al Fawaid).
Untuk itu,
mari luruskan niat kita untuk selalu belajar ikhlas karena Allah. Tanpa
ada embel-embel atau syarat yang kita letakkan mengiringi ucapan ikhlas
tersebut. Karena akan sia-sia saja kalau kita melakukan sesuatu tidak
ikhlas karena Allah SWT. Apa
lagi saat ini kita berada di bulan suci Ramadhan, Bulan Tarbiyah
sebagai moment tepat untuk kita belajar dan melatih diri untuk terus
berupaya membiasakan diri ikhlas melakukan apa pun karena Allah SWT.
Terutama bagi ibu-ibu yang setiap harinya harus bekerja, juga harus
menyiapkan menu sahur dan berbuka puasa untuk keluarga tercinta. Butuh
keikhlasan yang luar biasa untuk menjalaninya. Ketahuilah, tanpa rasa
ikhlas, semuanya akan menjadi sia-sia. Ikhlas itu memang sesuatu yang
susah diukur. Simpelnya, secara kasat mata, ikhlas itu tanpa pamrih,
tidak perlu diucapkan/diceritakan kepada orang lain, dan setiap kebaikan
yang dilakukan pasrahkan semuanya kepada Allah.
Semoga
seluruh aparatur Kemenag, dengan motto Ikhlas Beramal, mampu menerapkan
rasa ikhlas itu dalam bekerja, melayani dan mengabdi untuk
masyarakat.*(Sumiati/Pelaksana Seksi PAI Kemenag Kota Pontianak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar