Sabtu, 29 November 2014

SEANDAINYA TIDAK ADA GURU

Rabu, 26 November 2014, 09:03 – www.kalbar.kemenag.go.id
ARTIKEL: 
Oleh : Sumiati, J, S.Sos.I, M.Si*



Hampir dua tahun sudah saya bekerja dan berurusan langsung dengan Guru. Karena kebetulan saya ditempatkan di Seksi Pendidikan Agama Islam (PAI) Kantor Kemenag Kota Pontianak. Setiap hari tamu yang datang kebanyakan guru agama. Baik yang diangkat oleh Dinas maupun Kemenag. 

Semakin lama, saya dan teman-teman semakin terbiasa menghadapi para guru dengan berbagai karakternya. Terkadang kami bercanda di ruangan membicarakan tingkah laku dan kebiasaan guru yang kita layani setiap hari. Suatu hari saya pernah berkata kepada teman-teman, “ternyata tidak hanya guru yang harus mengadapi murid-muridnya dengan segala tingkah polahnya. Kita di Seksi PAI pun ikut juga merasakan gimana menghadapi tingkah laku guru dengan berbagai karakter (hehehe),”.

Tanggal 25 Nopember 2014, bertepatan dengan hari guru dan HUT PGRI ke-69, saya merasa terpanggil untuk membuat tulisan yang saya persembahkan untuk semua guru di seluruh Kalbar. Semoga apa yang akan saya tulis tidak membuat para guru menjadi besar kepala. Melainkan bisa memotivasi diri untuk menjadi pendidik yang jauh lebih baik lagi ke depannya.

Guru adalah sosok yang hendaknya bisa digugu dan ditiru. Artinya guru harus bisa menjadi teladan dalam segala hal. Baik pikiran, ucapan maupun perbuatannya. Seorang guru idealnya menjadi sosok yang seharusnya bisa menjadi panutan dan contoh yang baik bagi seluruh anak didiknya, bahkan lingkungannya.

Karena terkadang masyarakat tidak mau tahu, yang mereka pahami adalah bahwa seorang guru haruslah berprilaku baik. Guru haruslah sopan. Guru haruslah menjadi panutan dan teladan, dan masih banyak lagi hal-hal baik yang terlanjur disematkan masyarakat kepada sosok guru.

Totalitas dan kesempurnaan, mungkin itu bahasa yang mendekati dengan keinginan masyarakat tersebut. Pada hal, guru juga manusia biasa. Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Guru dan dosen disebutkan bahwa guru itu pada dasarnya harus profesional, berkarakter atau bermartabat. Itu berarti guru tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pada siswa.

Lebih dari itu, guru harus memerankan fungsi dasarnya sebagai pendidik. Menjadi pendidik berarti sama juga menjadi teladan bagi anak didiknya. Guru dan murid adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ketika muridnya berprestasi/pintar serta berprilaku baik, guru mendapat pujian. Sebaliknya, ketika muridnya tidak memiliki prestasi yang bisa dibanggakan, guru pun akan menjadi pihak yang dipersalahkan. 

Guru yang baik, bertanggung jawab, penuh kasih sayang, selalu peduli, penuh motivasi, hampir bisa dipastikan akan melahirkan murid atau siswa sesuai harapan. Sebaliknya, guru yang hanya melepaskan kewajiban saja, begitu selesai ngajar, tidak peduli lagi dengan murid-muridnya, akan melahirkan murid yang jauh dari harapan. Dalam pribahasa dikenal dengan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. 

Prilaku guru, mulai dari ucapan, perbuatan, sampai perasaan akan berpengaruh besar pada murid-muridnya. Dalam konteks ini, peranan guru sangat sentral dalam dunia pendidikan. Fasilitas pendidikan selengkap atau semewah apapun, tidak memberikan pengaruh signifikan apabila tidak ditunjang kualitas guru. Banyak sekolah miskin fasilitas, tapi banyak melahirkan murid-murid hebat. Kenapa? Karena ditunjang oleh guru yang secara ikhlas dan bertanggung jawab mengajar, membina, dan mendidik murid-muridnya.

Pemerintah telah menerapkan sertifikasi guru. Tujuan utamanya adalah agar guru memiliki kompetensi. Mereka tidak lagi digaji rendah, melainkan tertinggi bila dibandingkan dengan pegawai lain. Semua itu ingin menjadikan guru benar-benar konsentrasi dengan tugasnya. Ketika guru sudah mencintai profesinya, ia selalu meningkatkan kualitas dirinya. Ia tidak merasa puas dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Setiap hari ia akan memperbaharui pengetahuannya baik melalui internet, membaca buku, atau diskusi. Bahkan mengikuti seminar yang berkaitan dengan pendidikan. Bukan hanya itu, ia juga melatih diri membuat karya tulis sebagai perwujudan buah pemikirannya.

Bukanlah guru yang baik, jika dia tidak perduli dengan perkembangan anak didiknya. Contoh, ketika ada muridnya terlibat tawuran, ia tidak peduli. “Ah, itukan terjadi di luar lingkungan sekolah. Bukan tanggung jawab guru,” dalih guru yang tak bertanggung jawab. Ketika ada murid suka bolos sekolah, lalu main game online di warnet, “Ah, dasar anaknya bandel. Suka tak mendengarkan nasihat guru,” kata guru menyepelekan masalah.

Ingat, guru tidak sekadar menstransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga mendidik dan membina mental anak didiknya. Ketika ada murid atau siswa terlibat tawuran, melakukan bulli terhadap junior, sering bolos, guru tidak boleh lepas tanggung jawab. Justru anak-anak seperti itu menjadi tanggung jawab guru – Tentunya juga mejadi tanggung jawab orang tuanya.

Seorang guru dikatakan sukses apabila berhasil mengubah atau membina seorang anak bodoh (secara akademik) menjadi pintar. Dari belum bisa berhitung menjadi bisa. Dari anak bandel, menjadi anak penurut. Dari anak miskin menjadi orang hebat. Itulah kebanggaan sejati seorang guru ketika murid-muridnya berhasil menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa, negara, dan agama. Sebaliknya apabila ada murid-muridnya bandel malah menjadi lebih bandel, murid bodoh makin lebih bodoh, murid suka bolos malah berhenti, itulah kegagalan seorang guru.

Peranan guru (baik formal maupun informal) sangat penting bagi pembinaan mental. Apa jadinya dunia ini tanpa guru. Pasti gelap gulita. Siapa yang akan mengajarkan orang membaca, berhitung, mengenalkan ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Apa jadinya dunia tanpa guru. 

Pastilah tidak ada manusia menginjakkan kaki di bulan, tidak ada teknologi, tidak kenal internet, tidak ada politisi, dokter, dan tidak ada berbagai profesi lainnya. Siapapun orang hebat yang ada di dunia ini, tidak lepas dari sentuhan seorang guru. 

Guru menjadi segalanya. Jangan remehkan profesi guru. Jangan pandang sebelah mata guru. Jangan abaikan kehidupan mereka. Orang tua kita sering mengajarkan, “Hormatilah guru, kamu akan mendapatkan berkahnya!”. 

Selamat Hari Guru. Jasa-jasamu tidak bisa dibayar dengan harta apapun di dunia ini. Hanya Tuhan yang bisa membalasnya. Terima kasih untuk semua guru atas dedikasi dan pengabdianmu.*(Pelaksana Seksi PAI Kemenag Kota Pontianak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar